Translate

Minggu, 01 Juli 2012

Percakapan Harry dan Voldemort pada saat-saat terakhir pertempuran. [Dalam Novel Harry Potter dan Relikui Kematian]
“HARRY! DIA MASIH HIDUP!”
“Aku tak ingin siapa pun mencoba membantu” Harry keras-keras. “Memang harus aku”
“Potter tidak bermaksud begitu” kata Voldemort “Itu bukan cara kerjanya, kan? Siapa yang akan kau pakai sebagai tameng hari ini , Potter?”
“Tak seorang pun” kata Harry sederhana “Tak ada lagi Horcrux. Hanya kau dan aku. Tak seorang pun bisa hidup selama yang lain bertahan, dan salah satu dari kita akan pergi untuk selamanya…”
“Salah satu dari kita?” ejek Voldemort “Menurutmu itu kau, bukan, anak yang telah berhasil selamat secara kebetulan, dan karena Dumbledore mempergunakan pengaruhnya?”
“Kebetulankah namanya ketika ibuku mati untuk menyelamatkanku?” Tanya Harry “Kebetulan, ketika aku memutuskan melawan di makam itu? Kebetulan, bahwa aku tidak mempertahankan diri malam ini, dan masih selamat, dan kembali untuk bertempur lagi?”
Kebetulan!” teriak Voldemort “Kebetulan dan Kesempatan dan fakta bahwa kau berjongkok dan menangis tersedu di balik jubah orang-orang yang lebih besar, laki-laki dan perempuan, dan membiarkanku membunuh mereka untukmu!”
“Kau tidak akn membunuh siapa-siapa lagi malam ini” kata Harry “Kau tidak akan membunuh siaapa pun, tak akan pernah lagi. Tidakkah kau mengerti? Aku siap mati untuk menghentikanmu mencelakai orang orang ini-
“Tapi kau tidak mati!”
-Aku berniat mati, dan justru itulah penyebabnya. Aku sudah melakukan apa yang telah dilakukan ibuku. Mereka sudah terlindungi darimu. Tidakkah kau memerhatikan bagaimana tak satu pun kutukan yang kauluncurkan kepada mereka mengikat? Kau tak bisa lagi menyiksa mereka. Kau tak bisa menyentuh mereka. Kau tidak belajar dari kesalahan-kesalahanmu, kan, Riddle?”
Beraninya kau--
“Ya, aku berani,” kata Harry “Aku tahu hal-hal tidak kau ketahui, Tom Riddle. Aku tahu banyak hal penting yang tidak kauketahui. Mau mendengar beberapa, sebelum kau membuat kesalahan besar lain?”
Voldemort tidak bicara, melainkan mengendap-endap dalam lingkaran, dan Harry tahu untuk sementara dia berhasil membuatnya terpesona dan tidak menyerang, ditahan oleh kemungkinan amat samar bahwa harry mungkin benar-benar tahu rahasia terakhir…
“Apakah cinta lagi?” kata Voldemort, wajah ularnya mencemooh “Solusi favorit Dumbledore, cinta, yang dia nyatakan mengalahkan kematian, meskipun cinta tidak mencegahnya terjatuh dari Menara dan patah seperti boneka lilin tua? Cinta, yang tidak mencegahku menginjak mati ibumu seperti kecoak, Potter-dan tak seorang pun tampaknya cukup mencintaimu untuk berlari maju kali ini, dan menerima kutukanku, jadi, apa yang akan mencegahmu mati sekarang ketika aku menyerang?”
“Hanya satu hal,” kata Harry
“Kalau bukan cinta yang akan menyelamatkanmu kali ini,” kata Voldemort “Kau pastilah yakin kau memiliki sihir yang aku tak punya, atau kalau tidak, senjata yang jauh lebih hebat daripada senjataku?”
“Aku yakin dua-duanya,” kata Harry.
“Kaupikir kau tahu lebih banyak sihir daripadaku?” katanya “Daripada aku, daripada Lord Voldemort yang telah melakukan sihir yang Dumbledore sendiri tak pernah memimpikannya?”
“Oh, dia memimpikannya,” kata Harry, “tetapi dia tahu lebih banyak daripadamu, cukup tahu untuk tidak melakukan apa yang telah kau lakukan.”
“Maksudmu dia lemah!” pekik Voldemort “Terlalu lemah untuk berani, terlalu lemah untuk mengambil apa yang mungkin bisa jadi miliknya, apa yang jadi milikku.”
“Bukan, dia lebih pintar darimu,” kata Harry “Penyihir yang jauh lebih baik, orang yang jauh lebih baik.”
“Aku yang menyebabkan kematian Albus Dumbledore!”
“Kaukira begitu, tapi kau keliru.”
Dombledore sudah mati!” Voldemort melemparkan kata-kata itu pada Harry “Tubuhnya membusuk dalam kubur pualam di halaman kastil ini, aku sudah melihatnya, Potter, dan dia tidak akan kembali”
“Ya, Dumbledore sudah mati,” kata Harry tenang, “Tapi bukan kau yang membuatnya terbunuh. Dia memilih sendiri cara kematiannya, memilihnya berbulan-bulan sebelum dia mati, mengatur segalanya dengan orang yang kaupikir abdimu.”
“Impian kanak-kanak apa pula ini?” kata Voldemort dengan mata merahnya.
“Severus Snape bulan milikmu,” kata Harry “Snape milik Dumbledore. Milik Dumbledore sejak saat kau memburu ibukku. Dan kau tak pernah menyadarinya, karena hal yang tidak bisa kaumengerti, Kau belum pernah melihat Snape membuat Patronus, kan, Riddle?”
Voldemort tidak manjawab. Mereka seperti serigala yang siap saling mencabik-cabik.
“Patronus Snape rusa betina,” kata Harry, “Sama seperti Patronus ibukku, karena dia mencintainya hamper sepanjang hidupnya, sejak mereka masih kecil. Kau mestinya menyadarinya,” katanya, “Dia memintamu menyelamatkan nyawa ibuku, kan?”
“Dia menginginkan perempuan itu, hanya itu,” cemooh Voldemort, “Tapi setelah dia pergi, Snape setuju masih banyak perempuan lain, dan darah mereka lebih murni, lebih layak baginya--
“Tentu saja dia bilang begitu kepadamu,” kata Harry, “Tapi dia menjadi mata-mata Dumbledore sejak saat kau mengancam ibuku, dan dia bekerja menentangmu sejak saat itu! Dumbledore memang sudah sekarat ketika Snape menghabisinya!”
“Tak jadi soal!” jerit Voldemort “Tak jadi soal apakah Snape milikku atau milik Dumbledore, atau rintangan-rintangan remeh yang mereka coba pasang di jalanku! Aku meremukkan mereka seperti aku meremukkan ibumu, yang katanya cinta abadi Snape! Oh, tapi itu membuat semuanya masuk akal, Potter, dan dalam cara-cara yang kau tidak mengerti.
“Dumbledore berusaha mencegahku meiliki tongkat Sihir Elder! Dia memaksudkan Snape-lah yang harusnya menjadi pemilik sah tongkat itu! Tapi aku tiba di sana lebih dulu darimu, anak kecil-aku mengambil tongkat itu sebelum kau bisa menyentuhnya, aku memahami kebenarannya sebelum kau menyusul. Kubunuh Sverus Snape tiga jam yang lalu, dan Tongkat Sihir Elder, Tongkat Sihir Maut, Tongkat Sihir Takdir, sekarang benar-benar milikku! Rencana terakhir Dumbledore berjalan keliru Potter.“
“Yeah, memang,” kata Harry. “Kau benar. Tetapi sebelum kau mencoba membunuhku, kusarankan kau memikirkan apa yang telah kau lakukan…pikirkan, dan usahakan ada penyesalan, Riddle…”
“Apa ini?”
Dari semua hal yang telah Harry katakana kepadanya, melebihi segala pencerahan ataupun celaan, tak ada yang membuat Voldemort shock  seperti ini. Harry melihat pupil matanya menyipit menjadi garis, melihat kulit disekitar matanya memutih.
“Ini kesempatan terakhirmu,” kata Harry, “Hanya ini yang tersisa bagimu…aku sudah melihat kau akan seperti apa kalau tidak…jadilah laki-laki sejati…usahakan…usahakan ada penyesalan…”
“Beraninya kau-?” kata Voldemort lagi.
“Ya, aku berani,” Kata Harry, “Karena rencana terakhir Dumbledore tidak menginginkanku sama sekali. Justru rencana itu yang menginginkanmu, Riddle.”
Tangan Voldemort gemetar pada Tongkat Sihir Elder dan Harry mengenggam tongkat Draco sangat erat.
“Tongkat itu tetap tidak aka berfungsi dengan benar untukmu, karena kau membunuh orang yang salah. Severus Snape tak pernah jadi pemilik sebenarnya Tongkat Sihir Elder. Dia tidak pernah mengalahkan Dumbeldore.”
“Dia membunuh-
“Apakah kau tidak mendengarkan? Snape tak pernah mengalahkan Dumbledore! Kematian Dumbledore sudah direncanakan di antara mereka! Dumbledore bermaksud mati tak terkalahkan, pemilik sah terakhir tongkat sihir itu! Jika semua berjalan sesuai rencana, kekuatan tongkat itu akan mati bersamanya, karena tongkat itu tak pernah dimenangkan darinya!”
“Tapi kalu begitu, Potter, Dumbledore sama saja dengan memberiku tongkat itu! Aku mencuri tongkat ini dari kuburan pemilik terakhirnya! Aku mengambilnya di luar kemauan pemilik terakhirnya! Kekuatannya sekarang milikku!”
“Kau masih belum mengerti rupanya, Riddle? Memiliki tongkat sihir itu tidak cukup! Memegangnya, menggunakannya, tidak membuat tongkat itu benar-benar milikmu. Tidakkah kau mendengar Ollivander? Tongkat sihir memilih penyihirnya… Tongkat Sihir Elder mengenali majikan yang baru sebelum Dumbkedore mati, orang yang bahkan belum pernah menyentuhnya. Majikan beru ini mengambil tongkat ini dari Dumbledore di luar kemauannya, tak pernah menyadari apa persisnya yang dilakukannya, atau bahwa tongkat sihir paling barbahaya sedunia telah memberinya kesetiaannya…”
Dada Voldemort naik-turun dengan cepat, dan Harry bias merasakan kutukannya akan dating.
“Pemilik sah Tongkat Sihir Elder adalah Draco Malfoy.”
Shock ketidakmengertian terlihat di wajah Voldemort sesaat, tapi kemudian menghilang.
“Tapia apa urusannya? Kalaupun kau benar, Potter, tak ada bedanya bagimu dan bagiku. Kau tak lagi memiliki tongkat sihir phonix: kita berduel berdasarkan kecakapan belaka…dan setelah aku membunuhmu, aku bisa membereskan Draco Malfoy.”
“Tapi kau terlambat, Kau sudah kehilangan kesempatanmu. Aku tiba di sana lebih dulu. Aku mengalahkan Draco berminggu-minggu lalu. Aku mengambil tongkat sihir ini darinya.”
Harry menjentikkan tongkat sihir hawthorn, dan dia merasakan mata semua orang di Aula tertuju pada tongkat itu.
“Jadi segalanya tergantung ini, kan?” bisik Harry. “Apakah tongkat sihir di tanganmu tahu pemiliknya yang terakhir sudah dilucuti senjatanya? Sebab kalau dia tahu…akulah pemilik sebenarnya Tongkat Sihir Elder itu.”
Pendar merah keemasan tiba-tiba menebar di langit sihir di atas mereka, ketika tepi matahari yang menyilaukan muncul di atas ambang jendela terdekat. Cahayanya menimpa wajah mereka berdua pada saat bersamaan, sehingga wajah Voldemort mendadak menjadi kabur menyala. Harry mendengar suara tinggi itu memekik ketika dia, juga, meneriakkan harapannya yang terbaik ke langit, mengacungkan tongkat sihir Draco:
Avada Kedavra!
Expelliarmus!
--
NB: Maaf kalo ada salah kata, tolong di comment kalau bisa. Semuanya tanpa disengaja. Makasih ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar